InfoSAWIT KALIMANTAN, KAPUAS HULU — Bagi petani sawit di Kapuas Hulu, menanam sawit bukan perkara mudah. Di tengah keterbatasan informasi dan tekanan isu lingkungan, mereka kerap menjadi korban bibit palsu yang dijual murah di pasar daring. Akibatnya, hasil panen jauh dari harapan.
Kondisi ini menjadi perhatian serius banyak pihak. Melalui Pertemuan Teknis Petani Sawit di Hotel Grand Banana, Putussibau, 30 Oktober 2025, ratusan petani berkumpul untuk belajar bersama tentang pentingnya bibit bersertifikat dan praktik budidaya yang ramah lingkungan.
Acara yang digagas oleh POPSI (Perhimpunan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia) itu mendapat dukungan penuh dari Ketua DPRD Kapuas Hulu Yanto SP serta kehadiran langsung Bupati Fransiskus Diaan. Kehadiran dua tokoh daerah itu menjadi sinyal kuat bahwa urusan sawit adalah urusan masa depan masyarakat Kapuas Hulu.
BACA JUGA: Bupati Kapuas Hulu: Sawit Harus Jadi Sumber Sejahtera Tanpa Mengorbankan Alam
“Banyak petani kami tertipu bibit palsu karena minim pengetahuan. Edukasi seperti ini sangat penting agar mereka bisa sejahtera tanpa merusak lingkungan,” ujar Yanto SP dalam sambutannya.
Dalam kesempatan itu, GAPKI ikut memberikan pelatihan dan wawasan tentang pentingnya aspek sumber daya manusia dalam rantai produksi sawit berkelanjutan. Menurut Sumarjono Saragih, Ketua Bidang SDM GAPKI, sawit bukan hanya soal hasil panen, tetapi juga kesejahteraan petani sebagai manusia.
“Petani harus mendapat perlindungan kerja, akses jaminan sosial, serta lingkungan kerja yang aman dan bebas dari diskriminasi,” tegasnya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT Kalimantan, Senin (3/11/2025).
BACA JUGA: Pemkab Seruyan Tegaskan Komitmen pada Sertifikasi RSPO Berbasis Yurisdiksi
GAPKI memperkenalkan inisiatif JAGA SAWITAN sebagai model dialog sosial antara pengusaha dan pekerja di sektor sawit. Platform ini terbukti efektif dalam menyelesaikan isu ketenagakerjaan secara kolaboratif.
Kapuas Hulu, yang dikenal sebagai wilayah 3T sekaligus “Heart of Borneo”, menghadapi dilema antara konservasi hutan dan peningkatan ekonomi rakyat. Lebih dari 56% wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung, sementara 44% sisanya menjadi ruang hidup dan sumber ekonomi warga.
Namun semangat petani tak surut. Mereka sadar, sawit adalah peluang untuk memperbaiki nasib tanpa harus merusak alam. Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk GAPKI dan pemerintah daerah, petani mulai membangun kesadaran baru: sawit berkelanjutan adalah jalan menuju kemandirian desa.
BACA JUGA: Pemprov Kaltim Perkuat Komitmen Terapkan Prinsip Pembangunan Hijau
Di akhir acara, muncul ide membentuk wadah kolaborasi lokal bernama ISAKU—Inisiatif Sawit Berkelanjutan Kapuas Hulu. Nama ini dipilih karena maknanya dekat dengan kata “desaku”, mencerminkan semangat membangun dari akar rumput.
“Dengan ISAKU dan dukungan JAGA SAWITAN, kita bisa menjaga sawit, manusia, dan hutan sekaligus,” pungkas Sumarjono. (T2)






